Laman Muka

Web Hosting Gratis

Free Website Hosting

Sunday 12 August 2007

Kepastian KLB

Maaf kepada kawan-kawan di daerah, baru hari ini seluruh (26) Pengurus daerah saya kirim surat undangan (fisik) KLB, semoga bisa cepat sampai. Keterlambatan ini lebih merupakan sebuah pross dialektika dari pada teknis.Sampai rapat panitia pelaksanan Subtu, 11/8 kemarin saya sebagai ketua panitia baru secara formal menilai bahwa KLB ini perlu dilaksanakan sesuai dengan rencana, setelah mendapatkan masukan dari kawan-kawan yang hadir, seperi Didik, Iwan, Eko dan Edi juga BSH.

Publik Menunggu

Dalam dua minggu menjelang KLB PJI yang akan dilaksanakan ini, nampak geliat usulan calon pimpinan organisasi ke depan, Genderang yang ditabuh BSH, semula saya tangkap sebagai pemancing karena adem-ayemnya persipan KLB. Nama-nama yang muncul cukup menggembirakan, karena ternyata kita memiliki banyak kader yang cukup kompeten.

Ijinkan saya untuk tidak menyebut nama dulu, tetapi sebagai gambaran tak kurang dari selusin kader yang muncul, dan mereka telah terbukti militan berada dalam organisasi ini. Pokok persoalan yang ingin saya sampaikan adalah keberadaan pemimpin organisasi paska KLB dan kiprah pers dalam kancah lokal, nasional dan global.

Wednesday 8 August 2007

Undangan KLB PJI

No : 06/Pan-KLB/VII/2007 Sesuai dengan hasil Rapat MPN diperluas PJI tanggal 5 Mei 2007 di PDS HB Jassin TIM, Cikini, Jakarta, yang memutuskan untuk melaksanakan KLB pada bulan Agustus 2007. Maka dengan ini Panitia KLB PJI 2007 mengundang alamat tersebut di atas untuk hadir dalam acara dimaksud pada :
Hari/Tanggal : Jumat- Minggu / 24- 26 Agustus 2007.
Tempat : Gedung PKPRI Subang Jl Mayjen Sutoyo No 76
Subang.
Peserta : 2 (Dua) Orang utusan Pengda PJI atau Korda PWIR
Agenda : KLB PJI ( Daftar agenda terlampir)

Sunday 29 July 2007

KLB Semakin Dekat (The Show Must Go On)

Salah satu kendala dalam pelaksanaan KLB adalah masalah pendanaan dan tempat; untuk pendanaan sampai saat ini panitia belum melihat potensi pendanaan jika dilaksanakan di jakarta. Pasalnya biaya akomodasi dan konsumsi serta operasional di Jakarta cukup tinggi, sehingga muncul wacana dilaksanakan di Subang, yang memunculkan masalah kendala transportasi. Namun BSH menyatak jika ke medan perang seperti Timtim (dulu) atau Poso, wartawan bisa hadir kenapa ke Subang harus menjadi kendala.

Friday 13 April 2007

Pernyataan MPN

(Menanggapi komplain Ismet saya posting pernytaan MPN)
Kudus, 20 Maret 2007

Kepada
Yth. Sdr. Ismed Hasan Puro
Ketua Umum Pengurus Nasional
Perhimpunan Jurnalis Indonesia (PJI )
Jalan Cikini Raya No 66
di-
Jakarta 10330
Telp. 021-39899727
HP.: 081.199.3839
Fax.: 021- 39899729
E-mail: medira_ceo@yahoo.com

Hal : Rekomendasi Penyelenggaraan Kongres III

Salam hormat,
Setelah kami memperhatikan banyaknya usulan yang disampaikan sejumlah rekan- rekan eksponen PWI Reformasi dan Pengda PJI/PWI Reformasi, yang telah mendesak untuk diselenggarakan Kongres Nasional ke III PJI/PWI Reformasi. Hal ini mengingat:
1. Ketua Umum PJI Sdr. Ismed Hasan Puro yang ditunjuk melalui KLB Jogyakarta, tidak melakukan amanat KLB, baik pada tataran:
a. Pembentukan dan Pengesahan pengurus Nasional PJI
b. Konferensi Kerja Nasional
c. Konsolidasi dan sosialisasi perubahan nama organisasi dan AD/ART kepada jajaran Pengurus Daerah PJI
d. Tidak adanya program kerja
e. Tidak adanya Kantor Sekretariat Pengurus Nasional PJI.
2.. Sehingga, selama kurun waktu dua tahun lebih sejak KLB Jogyakarta, kegiatan yang dilakukan Sdr Ketua Umum Ismed Hasan Puro tidak banyak diketahui, kecuali pada awal- awal mandat diberikan, melalui informasi pesan pendek dan tanpa ditindaklanjuti surat resmi : ada sejumlah Pengurus Daerah sudah menyelenggarakan konferensi daerah, dan kegiatan diskusi di Jakarta.
3.. Rendahnya kepedulian Ketua Umum atas amanat KLB itu, berakibat pada aktivitas organisasi PJI terhambat. Terbukti belum semua Korda PWI Reformasimenyelenggarakan konferensi daerah PJI.
4.. Karenanya, Pengurus Nasional PJI tidak memiliki inventarisasi Anggota dan organisasi di tingkat Daerah secara kongkret. Padahal hal ini sangat penting bagi perkembangan dan kepentingan intern organisasi maupun pihak lain. Bukti kongkretnya, ketika Dewan Pers melakukan verifikasi organisasi wartawan tahun 2006, di mana PJI tidak lolos dalam Standard Organisasi Wartawan. Akibatnya, organisasi PJI tidak memenuhi syarat menjadi anggota Badan Pekerja Dewan Pers. Sedangkan dalam penyusunan Kode Etik Jurnalistik, dari sekian penandatangan,PJI terlibat di dalamnya.
5.. Memperhatikan pertemuan yang digelar di tempat PDS HB Yasin, Taman Ismail Marzuki Jakarta pada 10 Maret 2007, oleh sejumlah eksponen PWI Refromasi dan mereka yang menaruh peduli keberadaan organisasi PJI/PWI Refromasi. Hasil pertemuan itu merek mendesak agar MPN mengambil langkah untuk kebaikan organisasi.
6.. Memperhatikan surat mosi tidak percaya tertanggal 20 Maret 2007 yang disampaikan Sdr Budiman S Hartoyo selaku anggota DKKE kepada Sdr Ismed Hasan Puro sebagai Ketua Umum Pengurus Nasional PJI.
7.. Memperhatikan saran dan pendapat delapan anggota Majelis Pertimbangan Nasional pada tanggal 20 Maret 2007 (minus Sdr Bambang Soen karena sulit dihubungi) yang menyetujui perlunya segera digelar Kongres III.
8.. Memperhatikan Anggaran Dasar pasal 16, 17 dan ART Bab IV pasal 16.

Atas pertimbangan beberapa hal di atas:
1.Kami mendesak kepada Ketua Umum Pengurus Nasional PJI Sdr Ismed Hasan Puro, untuk memberikan pertanggungjawaban organisasi melalui Kongres Perhimpunan Jurnalis Indonesia/PWI Refromasi, yang jadwalnya akan diatur tersendiri oleh Panitia Penyelenggara Kongres III.
2.Kepada Pengurus Daerah PJI/Korda PWI Reformasi seluruh Indonesia, disarankan segera menyelenggarakan Kongres III.
3.Untuk tertibnya kongres, perlu dibentuk Panitia Pelaksana Kongres. Adapun tempat dan waktunya sepenuhnya diserahkan kepada hasil kesepakatan Pengurus Daerah PJI/Korda PWI Reformasi seluruh Indonesia.

Demikianlah untuk menjadikan maklum dan atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.

Hormat dan salam kami,

ttd

Bandelan Amarudin
Ketua MPN.

Tembusan Yth.:
1. Bapak Praginanto di Jakarta,anggota MPN
2. Bpk H.MD Asnadi di SumSel,anggota MPN
3. Bapak Saiful Bahri di Jakarta,anggota/sek MPN
4. Bapak Edi Mulyadi di Jakarta,anggota MPN
5. Bapak Nanang Ariady di Kalsel,anggota MPN
6. Bapak Umar HN di NAD Aceh,anggota MPN
7. Bapak Bambang Soen, anggota MPN di Bojonegoro
8. Ketua DKKE Sdr. H Waspada Santing dan anggota

Thursday 12 April 2007

Pandangan waspada Santing (Ketua DKKE)

Pendapat Waspada Santing (Ketua DKKE)

Salam

Melalui telepon Waspada menjawab rencana pembentukan SC Kongres, yang pada intinya adalah mengingatkan apakah seluruh unsur untuk pembentukan SC telah terpenuhi. Karena dari pengalaman 3 kalin kongres dengan 2 kali KLB, secara organisatoris tidak memenuhi syarat.

Sehingga jika kini akan kembali melakukan kongres (luar Biasa) apakah juga produktif.

Tanggapan saya adalah bahwa organisasi saat ini mengalami kevakuman, walau Ketum menyatakan memiliki 18 pengurus daerah, sehingga untuk memenuhi standar organisasi wartawan sebagaimana ditentukan dewan pers saja tidak bisa (minimal memiliki 500 orang anggota).

Sehingga diperlukan upaya untuk mengaktifkan organisasi, yang juga didorong oleh kondisi objektif lemahnya advokasi organisasi wartawan (juga yang lain) terhadap anggotanya.

Sekali lagi saya berharap seluruh korda dan unsur PJI/PWIR dapat memberikan pandanganya tentang masalah ini.

Wassalam

Email Mas Bandelan (Ketua MPN)

Salam,
Saya pagi tadi, Jum'at 13 April menerima sms Sdr Kaka, menjelaskan bahwa Sdr Kaka habis dikomplain lewat telepon oleh Ismed untuk dilarang menggunakan PJI. Kalau saya pahami, baik Ismed dan Sdr Kaka secara otoritas masih punya hak atas organisasi PJI, sebab sama- sama melahirkan PJI di KLB Jogyakarta.

Hanya bedanya, Ismed mendapatkan amanat sebagai Ketua Umum PJI. Persoalannya, selama ini kepemimpinan Ismed vacum, sehingga organisasi berkewajiban menjebatani untuk menggiatkan kegiatannya, setelah banyak anggota dan Korda/Pengnas PJI/PWIR mengeluhkan akan kinerja Ketum. Sehingga lahir mosi tidak percaya dan rekomendasi MPN untuk menyelenggarakan Kongres.

Tahapan untuk menuju kongres ini, semestinya ada desakan sejumlah Pengda agar memenuhi korum, dan pembentukan panitia yang disepakati sejumlah Pengda, dan tidak ketinggalan pula peran Ketua DKKE harus dilibatkan ke dalamnya. Kesepakatan utuk memperbanyak ini, bisa ditempuh lewat email atau sms, bahkan telepon. Jika ini terpenuhi, mengapa kita takut melangkah ?

Sebab, dengan jelas surat kami ke Ketum bahwa ia akan dimintai pertanggungjawaban dalam kongres. Karena sampai sekarang tidak ada inisiatif dari Ismed untuk melangkah ke Kongres, upaya setengah jalan yang sudah Anda tempuh mengapa tidak diteruskan ?

Maaf saya terpaksa lewat meial ini, disebabkan pulsa telepon selluler saya habis. Terima kasih atensinya.

Wassalam,
Bandelan Amarudin

Teguran Ismet (lewat HP)

salam

Hari ini (13/2) saya ditelepon Ismet Hasan Putro, yang pada intinya meminta saya untuk tidak menggunakan nama PJI, alasanya adalah Bukan pendiri pengurus maupun anggota PJI, sehingga secara hukum tidak berhak menggunakan nama PJI.

Selain itu Ismet juga mengatasnamakan 18 pengurus daerah PJI mempertanyakan klaim saya selama ini.

Saya fikir ada baiknya seluruh anggota milis ini yang terdiri dari pendiri dan pengurus serta korda PWIR/PJI untuk memberikan tanggapan sebagai obligasi moral terhadap permintaan Ismet.

Dari penyampaian fikiran kawan-kawan, saya akan mengambil kesimpulan dan langkah selanjutnya. Saat ini dukungan kawan-kawan menjadi penentu kebaradaan dan pergulatan kita dalam jaringan ini. to be or not to be

Wassalam

Saturday 7 April 2007

Lagi Tentang Amplop

Mas Zed,
Lagi soal amplop:

Sikap PJI terhadap amplop dari nara sumber:

1. PJI tetap tidak bisa mentolelir wartawan yang menerima amplop (dalam arti luas) dari pihak-pihak yang berkitan dengan pekerjaanya sebagai wartawan.
2. Namun dalam implementasi atas sikap di atas, dilakukan dengan advokasi ke bijakan pemerintah serta pendampingan kepada wartawan, karena kondisi lingkungan wartawan saat ini yang dalam keadaan luar biasa (tidak ideal) dan memerlukan perbaikan.
3. Pada prinsipnya independensi, profesionalisme dan membangun martabat wartawan menjadi prinsip yang mendasari sikap di atas.

Pernyataan ini merupakan tanggapan atas pernyataan dan artikel kawan Zed Abidien di Surabaya dan tanggapan kawan Rudi Rosdi
Rudi Rosdo wrote :
Trims atas artikelnya.
Tapi, kalau pucuk pimpinan media (mapan/tidak mapan) yang mengatur berita dan bernegosiasi dengan sumber berita, lalu disebut apa ya?
Selain itu, kalau bagian marketing di media itu yang berkuasa atas substansi berita, istilah yang tepat apa ya?
Salam kompak,
Rudi.
Zed Abidien wrote:
Wartawan tetap salah jika menerima amplop (apalagi jika organisasi dan
tempatnya bekerja melarang menerima amplop). Kalau wartawan masih mau
menerima amplop dengan alasan hidupnya miskin atau perusahaannya
kurang memberi gaji yang layak sebaiknya dia keluar dari
perusahaannnya atau tetap bertahan dengan segala resikonya (berjuang
mendapatkan upah yang layak).
Ada cara (jika bekerja di perusahaan kecil) yang lebih baik untuk
menghindari amplop, yaitu bekerja separoh waktu/freelance, dengan
begitu dia bisa menulis di media lain (Anton Muhajir, dari Bali
membuktikan bisa eksis dengan sebagai penulis freelance) atau misalnya
membuka usaha di rumah.
Amplop, menurut saya adalah suap. Dalam hukum pidana positif, pemberi
suap dan penerima suap bisa dikenakan pidana. Mengapa wartawan
dilarang menerim, amplop, ya karena watak pekerjaan wartawan harus
begitu (independen, sebagai kontrol sosial dlsb). Dulu ada kawan saya
wartawan yang bilang begini : "Saya tetap menerima amplop, tapi tetap
saya bisa inpenden" katanya. Tapi ini hanya omong kosong, dalih saja.
Tak ada pemberian yang tanpa maksud, dan tidak mungkin wartawan yang
menerima pemberian uang/barang, bisa bersikap netral.

Sikap dan Prinsip PJI

Saya ingin kembali menegaskan sikap kita atas 4 pertanyaan kawan arifin berikut:

untuk apalagi PWIR itu?
1. Sekadar meramaikan organisasi profesi wartawankah?
2. Masih ada unsur "dendam" dengan PWI kah?
3. Karena kawan-kawan tidak bisa masuk ke organisasi lainkah?
4. atau untuk sebuah proyekkah?
Jika alasan kita merevitalisasi PJI dan PWIR, dengan 4 alasan di atas, maka sebaiknya kita urungkan saja keinginan itu. Karena kita menjadi kerdil karenanya. Saya fikir pemikiran kawan-kawan yang melakukan komunikasi dengan saya selama ini tidak terbersit pemikiran atau alasan demikian.
1. Jika sekedar meramaikan organisasi, kita sudah merupakan bagian dari 29 penandatangan rapat dewan pers yang memutuskan standar organisasi wartawan. Jadi tidak beralasan untuk sekedar meramaikan. Di atas itu kita meyakini prinsip jurnalisme yang kita yakini untuk diperjuangkan.
2. Kita berprinsip organisasi manapun yang memiliki platform yang sama adalah kawan seperjuangan, namun kita memahami bahwa dari oragnisasi wartawan yang ada secara prinsip belum dapat menjadi artikulasi untuk perjuangan prinsip kita, yakni profesionalisme, independensi dan bermartabat.
3. Jika ada kawan kita yang tidak bisa memasuki organisasi yang lain karena tidak memenuhi syarat sebagai wartawan, maka kita katakan tidak selayaknya masuk organisasi kita.
4. Proyek kita adalah menegakan prinsip yang kita yakini un tuk diperjuangkan, selain itu kita tidak mengenal proyek lain sebagai organisasi wartawan.
Betul kata kawan Arifin Siregar bahwa kita perlu menjawab ini.

Buat Apa Lagi PWIR itu?

Saya tanggapi pertanyaan kawan Arifin Siregar (Sumut)
Salam

saya sebagai orang hadir di PJI di tengah jalan sangat mengharapkan banyak kawan lain dapat memberikantanggapan seperi kawan Arifin Siregar, setidaknya bagi saya akan menjadi bahan, sejauh mana organisasi ini dapat menjadi organisasi alternatif dalam perkembangan pers di tanah air.

Yang akan kita rivitalisasi adalah PJI yang kebetulan untuk beberapa korda belum berubah masih PWIR, sehingga kedua nama itu akan dilebur dalam pertemuan nasional.

Keingginan untuk membangun organisiasi ini didorong oleh dua vektor, pertama dari internal korda-korda yang masih ada dan menggunakan nama organisasi ini, kedua kita ingin melakukan reinventing jurnalis dalam sebuah wadah, terlepas hal ini akan berhasil atau tidak, setidaknya kita telah mecobanya.

tentang dendam dan proyek mungkin saya tidak memahami secara utuh, tetapi saya dan kawan-kawan punya keyakinan bahwa organisasi ini masoih memiliki pros[ek sebagai organisasi alternatif, dan kita tidak bisa terlalu muluk, selin mencoba untuk jalan dulu.

Sekali lagi buat kawan Arifin saya ucapkan terimakasih, sekaligus saya ingin mendengan tanggapan kawan-kawan baik yang pernah berada di PWIR maupun yang baru mendengar nama ini, baik akan bersama atau tidak, kita berharap ada diskusi tentang cita-cita wartawan yang profesional, independen dan bermartabat.

Wassalam

Kaka Suminta
080809814099
http://jurnalis-indonesia.blogspot.com




On 4/7/07, arifin siregar wrote:

Salam dari Medan

Sebulan yang lalu, saya sudah dengar adanya rencana
pengaktifan kembali PWIR itu dari Aulia Andri, mantan
wartawan Detik.Com dan TPI yang kini jadi dosen
FISIPOL UMSU di Medan.

Respon saya biasa saja. Tidak senang atau bahagia,
tidak juga heran atau kaget. Padahal dulunya saya
sangat aktif di PWIR Korda Sumut dan pernah mengikuti
Konkernas PWIR di Wisma PJTKI Jakarta.

Sebelum PWIR "berubah nama" menjadi PJI, saya sudah
tidak aktif lagi. Banyak alasannya.

Dalam kesempatan ini, saya juga tidak ingin
menyampaikan setuju atau tidak setuju dengan rencana
kawan-kawan untuk kembali mengaktifkan PWIR. Saya
hanya ingin bertanya untuk apalagi PWIR itu? Sekadar
meramaikan organisasi profesi wartawankah? Masih ada
unsur "dendam" dengan PWI kah? Karena kawan-kawan
tidak bisa masuk ke organisasi lainkah? atau untuk
sebuah proyekkah?
Ini perlu dijawab, agar PWIR tidak jatuh di lubang
yang sama untuk kedua kalinya. Malu nanti kita, kalau
sudah dibentuk, ternyata masih seperti dulu; hidup
segan mati tak mau!
Arifin Siregar
pekerja pers di Harian Sumut Pos dan sampai hari tidak
jadi anggota organisasi profesi wartawan mana pun.
arifinsiregar@yahoo.com
HP 0812 638 6915

Friday 6 April 2007

Undangan Rapat SC

Forum Revitalisasi Organisasi
Perhimpunan Jurnalis Indonesia (eks PWIR)

Undangan Rapat.

Kepada Yth.
1. Ketua dan anggota MPN PJI
2. Ketua dan anggota DKKE PJI.
3. Ketua Pengnas PJI
4. Ketua Korda PJI se- Jawa dan Lampung.

Dengan hormat.

Menindaklanjuti hasil pertemuan komponen PJI/eks PWI Ref di PDS HB Jassin Jakarta, maka dengan ini kamu menundang alamat tersebut di atas untuk menghadiri rapat pembentukan Steering Commite (SC) Kongres PJI/PWIR III. Rapat diamksud akan dilaksanakan pada :

Hari/tenggal : Sabtu 14April 2007.
Waktu : Jam 14.00-16.30
Tempat : PDS HB Jasin Cikini Jakarta.

Demikian undangan ini kami sampaikan, atas kehadiran, kontribusi dan kerjasamanya kami ucapkan terimakasih.

Inisiator Forum




Kaka Suminta
(Korda Jabar)

Korda Lampung

Kepada yth,
Pak BSH dan Bung Kaka Suminta

Berikut ini saya laporkan kondisi PWI Reformasi Korda Lampung. Pada awal berdiri PWI Reformasi Korda Lampung cukup kuat dengan 12 orang anggota dari pers umum dan pers mahasiswa. Jumlah itu berkurang drastis pasca berdirinya AJI (Aliansi Jurnalis Independen) Lampung, yang dimotori sdr. Oyos Saroso HN. Sdr. Oyos sebelumnya adalah simpatisan PWI Reformasi di Lampung. Rekan-rekan yang potensial, cerdas, dan idealis pindah ke AJI (tahun 2001-2002). Sebagian sisanya kembali ke PWI Orba, karena tak tahan dibelenggu idealisme. Hal itu disebabkan kurang intensifnya komunikasi antara saya (ketua Korda pada masa itu) dengan pengurus lain dan anggota, karena kami tidak berdomisili dalam satu kota (saya di Kotaagung, Kabupaten Tanggamus, sementara sebagian besar rekan2 berdomisili di Kota Bandar Lampung). Meskipun demikian, Pada Kongres I di Bandungan, kami mengirim dua orang utusan, begitu juga pada Kongres II di Jambi kami juga mengirim dua utusan.
Tahun 2003, kami mengadakan konsolidasi. Saat itu kami hanya tersisa 5 orang, termasuk saya. Tapi, satu dari kami, yakni sdr. Hasan (lampungonline.com), yang pernah jadi utusan ke Kongres II di Jambi, alih profesi menjadi PNS di Kejaksaan Tinggi Lampung. Praktis, kami tersisa 4 orang. Kami lalu membentuk kepengurusan baru dengan komposisi: Irwan Marwah (SKU. Lampoeng Arena) sebagai ketua; Sofyan (koresponden majalah Trobos), sekretaris; Supriyanto (skm Analisis), bendahara. Saya sendiri hanya sebagai anggota.
Sayang, kepengurusan yang terbentuk tersebut sampai saat ini vacuum. Sejak muncul wacana kongres III di Banjarmasin, saya rekan-rekan tersebut, tapi tidak berhasil. Informasi yang saya terima, sdr. Sofyan sudah pindah ke Jakarta. Sdr. Irwan Marwah tidak pernah menjawab kontak telpon dari saya, sedangkan sdr. Supriyanto, kabarnya sudah tidak menjadi wartawan. Dengan demikian, anggota korda Lampung hanya tersisa saya sendiri.
Begitulah laporan dari saya. Meskipun demikian, saya tetap berada di bawah bendera PWI Reformasi.

wassalam

abdul madjid

Pernyataan Sikap

Perhimpunan Jurnalis Indonesia (PJI)
Care Taker Kordinator (Korda) Jawa Barat
Atas Tindak Kekerasan dan Ancaman terhadap
Wartawan di Jember.

Memperhatikan peristiwa yang menimpa Taufik Soleh, wartawan sekaligus peneliti Desantara Institute for Cultural Studies di jember, yang mengalami tindak kekerasan dan ancaman akan dibunuh dari Popong pada tanggal 3 April, akibat tulisanya di harian Surya, berkaitan dengan soal budaya setempat.

Maka dengan ini kami sebagai organisasi wartawan di Jabar menyatakan solidaritas atas kekerasn dan ancaman yang dialami Taufik Soleh, serta mengutuk setiap perbuatan kekerasan dan ancaman kekerasan terhadap wartawan akibat karya jurnalistiknya.

Dan menyerukan kepada seluruh wartawan serta organisasi wartawan untuk membangun solidaritas serta melakukan upaya pencegahan agar hal demikian tidak lagi terjadi di manapun.

Kepada Kapolri diminta untuk mengusut kasus tersebut dan menindaklanjuti sebagaimana hukum yang berlaku.

Kepada Pengurus Nasional PJI diminta untuk dapat menggerakan Korda PJI Jatim untuk membengun solidaritas di Jember dan menentang tindak kekerasan dan ancaman tersebut.

Demikian pernyataan sikap ini kami sampaikan mengingat bahwa sudah saatnya kekerasan terhadap wartawan akibat karya jurnalistiknya dilindungi secara hukum sebagai bagian dari penegakan kebudayaan dan martabat wartawan.

Subang, 8 April 2007
Ketua Presidium Care Taker
PJI Korda Jabar

Kaka Suminta

Diskusi Wartawan Kesejahteraan dan Amplop

Saya sepakat dengan Rizanul, bahwa kita harus memperjuangkan kesejahteraan wartawan, tetapi juga sekaligus kita harus mulai bebenah diri untuk tidak melakukan dan membiarkan pelanggaran terhadap hukum dan kode etik yang kita buat sendiri.

Jalan keluarnya adalah sebuah diskusi (dalam arti luas ) melalui berbagai saluran dan berbagai tingkatan untuk menentukan rencana dan lengkah bersama menuju ke sana meliputi, perusahaan pers, pemerintah, masyarakat dan wartawan sendiri (baik secara individu, kelompok dan organisasi).

Permasalahanya bagaimana langkah praktisnya, saya kira melalui forum ini dan forum lainya bisa kita muali untuk berdiskusi.

Wassalam

Kaka Suminta

On 4/6/07, Rizanul Arifin <rizanularifin@yahoo.com> wrote:

Aneh, saya kok merasa aneh ketika ada wartawan tidak sejahtera menerima amplop dipersalahkan. Padahal perilaku itu terpaksa dilakukannya untuk bisa bertahan hidup.
Seharusnya pemerintah yang memberikan izin usaha sebuah penerbitan tanpa modal memadailah yang harusnya kita tuntut.

Kenapa begitu? Sebab seharusnya pemerintah harus berani mematok batasan modal dan kemampuan sebuah perusahaan saat dia didirikan, baik untuk umum maupun penerbitan pers. Dengan demikian, jaminan penghasilan atau kasarnya upah buruhnya bisa diberikannya sesuai ketentuan minimal pengupahan. Kalau perusahaan yang akan didirikan dianggap tidak cukup kuat, maka sepatutnya pemerintah, dalam hal ini departemen/institusi teknis yang berwenang tidak memberikan izin usahanya.

Tapi kenyataanya, saat ini, terutama di Medan, masih ada perusahaan penerbitan pers yang berdiri dan muncul bermodal alakadarnya. Dampaknya, pekerjanya terpaksa digaji alakadarnya pula. Itu masih untung. Tidak jarang malah pekerjanya yang membiayai setiap penerbitan.

Kalau sudah begini, maka amplop jadi jawaban atau bahkan tuntutan. Dan celakanya tuntutan itu ada pula yang bersumber dari perusahaan penerbitnya. Perusahaan hanya menyediakan nama, lembaga dan izin usaha penerbitan. Selanjutnya perusahaan menjual kartu pers dan mewajibkan personilnya menyetorkan biaya cetak untuk setiap berita yang dimilikinya.

Selesai? Belum, sebab setelah hasil reportase para kru dicetak, sebuah beban baru buat para kru muncul. Mereka diwajibkan mampu menjualnya. Maka sebuah masalah selain amplop muncul. "Pemaksaan" - karena terkadang ada sedikit ancaman untuk mengorek dan memberitakan kesalahan calon pelanggan - berlangganan atau membeli hasil pekerjaan wartawan pun muncul.

Kalau begini masalahnya jauh lebih rumit dari sekedar amplop.

----- Original Message ----
From: johan iskandar

Betul Bung...

Seharusnya yang perlu diperjuangkan adalah KESEJAHTERAAN para wartawan.

Jangan sampai profesi Wartawan semakin terpuruk gara-gara ulah sejumlah oknum yang sengaja MELACURKAN profesi.

Anggota AJI dan PWI sudah saatnya berjuang bahu membahu mewujudkan ini.

Sayangnya, sebagian dari para wartawan juga bersikap oportunis..berteria k jika keinginanya tak terpenuhi dan diam membisu seperti patung jika pemilik modal melempar sepotong tulang untuk sedikit mengganjal perut.

Sirikit Syah yahoo.com> wrote:

Namun, aku amat sangat mendukung bila organisasi besar seperti AJI atau pun PWI berani untuk berhadapan dengan pemodal-pemodal media (dus, pemilik industri) dan menyuarakan kampanye kesejahteraan wartawan (Aku cemas saat menulis ini, duh organisasi-organisa si pers tersebut berani ndak ya?).

Saya bersama Lembaga Konsumen Media tak henti-hentinya mengingatkan semua insan pers, wartawan maupun pemilik media, bahwa ada Pasal 10 dalam UU Pers yang harus dipatuhi, yaitu "pengusaha media harus mensejahterakan karyawan/wartawanny a". Bila tak sanggup, tak usah bikin usaha media. As simple as that. Wartawan, berani gak, terus-terusan mengangkat topik ini?Beranikah kita melakukan oto kritik dan berjuang dilingkaran kita sendiri? BIla kampanye "Sejahterakan kami!"berhasil, maka sudah selayaknya di UU PERS dicantumkan hukuman berat bagi wartawan yang menerima amplop.

Dalam UU Pers Pasal 7 disebutkan, wartawan wajib mematuhi kode etik wartawan. Bila salah satu kode etik bunyinya "jangan terima amplop", dan wartawan masih menerima amplop, maka wartawan sudah melanggar UUPers, bukan? Saya sendiri keberatan dengan adanya pasal etika dalam UU. Etika kok diatur dalam undang-undang.

Saya malah mengusulkan, ulah wartawan pencemar nama baik, penyebar fitnah (libel) yang setelah bersalah lalu kampanye "jangan kriminalisasikan kami" dan tak mau diperkarakan dengan pasal KUHP, harus diatur dalam UU Pers. UU yang selalu DIMINTA untuk dipakai itu BELUM punya pasal yang berkaitan dengan hal-hal tersebut. Agar semua pihak happy (wartawan senan kalau diatur oleh UU Pers, bukan KUHP; dan korban pers juga senang wartawan/pers tidak bebas begitu saja tetapi tetap berurusan dengan hukum), satu-satunya jalan adalah memasukkan pasal libel ke dalam UU Pers. Kita (pers) bisa saja mengatur hukuman yang seringan-ringannya kalau mau. Intinya, yang bersalah mesti dihukum, bukan?

salam,

sirikit syah

Menuju Kongres

Menemukan Jati diri PJI

Beberapa pemikiran tentang posisi wartawan perlu terkristal dalam sebuah rumusan yang dapat dikomunikasikan dengan pihka-pihak lain yang akan mesinggungan dengan profesi wartawan.

Beberapa isu yang cukup menarik berkaitan dengan keberadaan wartawan adalah :

  1. Profesionalisme dan kesejahteraan wartawan.
  2. Aturan dan perundang-undangan wartawan serta praktek pelaksanaanya.
  3. Lingkungan kerja wartawan.

Dari isu tersebut selama ini kita mengenal beberapa permasalahan yang muncul berupa:

  1. Masalah amplop dan wartawan bodrex, WTS dan sejenisnya.
  2. Kriminalisasi dan premanisme terhadap wartawan.
  3. Hubungan kerja anatara wartawan dan perusahaanya, termasuk hak saham wartawan atas perusahaanya.

Permasalahan ini serta berbagai permasalahan lain yang berkaitan dengan profesi wartawan perlu kita diskusikan, untuk menyambung diskusi yang pernah ada, agar ke depan wartawan Indonesai khususnya PJI dapat memebrikan kontribusi terhadap peradaban dunia, yang demokratis dan berbudaya, dengan wartawan dan Independen, Profesional dan bermartabat.

Thursday 5 April 2007

Pertemuan Korda-Jabar

Setelah mendapat kepastian bahwa kawan Budi Santoso
(Antara) tidak akan hadir dalam pertemuan yang
jadwalnya dia yang mengagendakan, serta tidak bersedia
menjadi ketua care taker Korda PJI Jabar, maka
pertemuan Minggu 1 April tetap dilaksanakan.

Peserta pertemuan

1. Agus Eko (Radar Karawang)
2. Annas Nashrullah (Koran Sindo)
3. Kaka Suminta (Radar Subang)
4. Buchori (Infor Realita)
5. Nano Hermanto (Infra Merah)
6. Yaya Sudarya (LSM Puskodal)
7. Indra (Puskodal)
8. Asep Toha (Berita Kota)
9. Alam (Zona TV)

Hasil Pertemuan :

1. Terpilih Presidium Caretaker : Kaka Suminta dan
Agus Eko
2. Terpilih sebagai Direktur Eksekutif Alam.
3. Care taker bertugas untuk menghubungi wartawan PJI
di seluruh Jabar untuk rencanaKongres Nasional.
4. Menyepakati pelaksanaan Kongres PJI III.
5. Memandatkan kepada utusan kongres untuk mendesakan
agenda advokasi wartawan sebagai profesi secara
proporsional.

Dari Korda NTT (Kuppang)

Pak Budiman, Mas Bandelan dan Kang Kaka Suminta serta
rekan-rekan pengurus PWI-Reformasi.
Korda PWI-Reformasi Nusa Tenggara Timur, telah
melakukan Rapat Pembentukan Badan Pengurus pada
tanggal 05 April 2007. Rapat dihadiri oleh 42 orang
dengan agenda Rapat Pembentukan Badan Pengurus
PWI-Reformasi Nusa Tneggara Timur sbb:

Ketua : Harry Harzufri (RCTI)
Wakil Ketua : Fren Lutruntualuy (Mediator)
Sekretaris : Alex Dimoe (NTT On-Line)
Bendahara : Dis Amalo (Sinar Pagi)

Rapat dihadiri 42 anggota :
- Herry FF Battileo (Surya NTT)
- Iwan Balla (Radio Suara Kupang)
- Fren Lutruntualuy (Mediator)
- Mex Sinlae (RCTI)
- Pollycarpus M. Mollo (Sakti Pos)
- Dis Amalo (Sinar Pagi)
- Sandro Wangak (NTT pos)
- Anthonio Sialana (NTT Pos)
- Alex Dimoe (NTT On-Line)
- Max Saleki (NTT Pos)
- Ako Uskono (Surya NTT)
- Usu Adoe (Surya NTT)
- Harry Harzufri (RCTI)
- Nona Ayawaila,Sth (Mediator)
- Nani Benu (Mediator)
- Frans D.D Kogha (Mediator)
- Eva Manuinmetan (Mediator)
- Muhamad Yusrin (Mediator)
- Noldy Abraham (Mediator)
- Nani Benu (Mediator)
- Yoseph Henuk (Mediator)
- Nicodemus Bely (Kenari Pos)
- Rony Kaminukan (Kenari Pos)
- Gregorius Takene (NTT Pos)
- Ferry Tahu (NTT Pos)
- Marsel Leuekang (NTT Pos)
- Vincen Wolo (NTT Pos)
- Sharif Ghoa (NTT Pos)
- Jamillah Keu (NTT pos)
- Lis Kansidin (NTT Pos)
- Aly Genoda (NTT Pos)
- Robby Lameng (NTT Pos)
- Anggie Mamo (NTT Pos)
- Jenny katu (NTT Pos)
- Mersye ballo (NTT Pos)
- Erick Oematan (NTT Pos)
- Kanisius To (NTT Pos)
- Fransiskus Hadi (NTT Pos)
- John Gerimu (NTT Pos)
- Jufri Pakh (NTT Pos)
- John Kana (NTT Pos)
- Erland Sialana

Selain rapat pembentukan badan pengurus, rapat juga
mengagendakan;
- Mendukung diadakannya Rakernas III PWI-Reformasi
- Perlunya pembentukan tim advokasi pekerja pers,
- Mensosialisasikan undang-undang pokok pers dan Kode
Etik Jurnalistik
- Mendukung terpilihnya Ketua PWI-Reformasi dalam
Rakernas III yang kredibel, bertanggungjawab dan mampu
menggerakkan roda organisasi.
- Siap menghadiri Rakernas dimanapun tempatnya.

Salam kami dari bumi Nusa Cendana, Maju Terus
PWI-Reformasi

Tuesday 3 April 2007

Menuju Kongres

Salam





Hampir seluruh contact persen korda PJI atau PWI R telah
saya sms, dengan beragam tanggapan atas rencana pertemuan nasional yang akan
kita selenggarakan, salah satunya adalah tentang pilihan tempat penyelenggaraan
kongres apakh di kalsel atau Jakarta.





Belum ada kristalisasi pendapat kawan-kawan tentang masalah
ini. Dan bagi saya pilihanya adalah tetap pada rencana agenda semula yakni
1. Pertemuan untuk membentuk SC dan pembuatan program pada pertengahan april atau 10
hari ke depan di Jakarta. Pesertanya adalah MPN, DKKE dan perwakilan korda
Jakarta dan Jawa.
2. Pelaksanaa pertemuan nasional pada bulan Juni 2007.

Minim sekali komunikasi kawan-kawan tentang rencana
pertemuan ini, tetapi saya berpendapat bahwa kesepian dan kejenuhan merupakan
suplemen wajib bagi sebuah perjuangan, sebelum masa pesta kemenangan datang
(semoga demikian)

Wassalam

Pernyataan Mas Bandelan

Salam

Surat dari mas Bandelan memberikan oase kepada kita bahwa masih ada organ dari PJI yang bergerak. Pada intinya disamping apa yang disampaikan kepa Ketum PJI. Ada mandat untuk melaksanakan kongres atau pertemuan nasional. Tinggal kita memikirkan bagaimana alangkah menuju ke sana.

Langkah kongkrit yang saya fikir bisa dilakukan adalah:

  1. Dalam kondisi yang luar biasa maka diperlukan langkah yang luar biasa pula, misalnya kita membentuk sebuah panitia yang bertugas mempersiapkan pertemuan nasional. Untuk itu MPN bisa merekomendasikan pembentukan panitia tadi.
  2. Atau alternatif lainya dengan pembentukan care taker oleh MPN dengan tugas yang sama dengan point 1, namun dengan tambahan tugas untuk mengemban tugas pengurus harian, sampai terbentuknya kepengurusan baru.
  3. Melakukan langkah lanjutan setelah terbentuknya panitia atau pengurus care taker, yakni kongres III. (sampai saat ini baru kawan Kalsel menyatakan siap menyenggarakan itu)

Saya kira sebelum itu diharapkan surat ketua MPN mendapat dukungan minimal 4 anggota MPN lainya ( minimal setengah lebih satu sebagai quorum) . Namun dalam keadaan luar biasa surat ketua MPN bisa menjadi otoritas penyelenggaran kongres sepanjang disepakati oleh mayoritas korda.

Akhirnya selamat memasuki babak baru perkembangan organisasi PJI atau PWI Ref. langkah awal formal telah dibuat dan akan sangat menentukan keberadaan organisasi ini ke depan

Wassalam

Komentar Kawan-kawan

Tanggapan Kawan-Kawan Hari ini (via sms)

Saya tulis apa adanya, untuk memberikan gambaran tanggapan kawan-kawan. Dan dari sana kita akan merumuskan langkah dan kelembagaan serta kepengurusan seperti apa yang bisa dibuat dan kita lakukan.

Kaka Suminta :

NTT dukiung aja kang, untuk melibatkan luar jawa bisa aja asal memang dianggap perluuntuk pembentukan SC. Pada prinsipnya kami mendukung sepenuhnya segala sesuatu untuk persiapan kongres. Maju terus !

Kita rapat sekarang untuk pembentukan Korda NTT yang baru besok, yang lama vakum, anggota sudah terkumpul 25 orang kami serius dan optimis terselenggaranya kongres, agar bisa berjalan sebagaimana mestinya.

Harry Harzufry wrote

Usul Kongkrit, Kepengurusan gak usah gemuk, Ramping tapi maksimal kerjanya model lembaga LSM aja. Kornas itu yang penting program jalan bukan tengkar, kelahi, dan banyak bicara ajakita ini

Adhar (NTB Mataram)

Di Papua sepertinya udah gak ada PWIR.Pasalnya anggota terlantar, dan tiodak pernah merasa manfaat sebuah organisasi. Hampir semua anggota kembali ke PWI, termasuk saya sendiri.

Mungkin yang sisa hanya Samuel Nauw dan Eva Rukjati saja keduanya wartawan antara biro Jayapura.

Leo Dapot, Jayapura

Sunday 25 March 2007

Perhimpunan Jurnalis Indonesia

Perhimpunan Jurnalis Indonesia adalah organisasi profesi wartawan nasional, berbasiskan prinsip-prinsip;profesionalisme, integritas, dan bermartabat

In May Facebook